
Tahun ini ada yang berbeda dengan pemilu. Sebuah hajatan besar yang katanya pesta demokrasi rakyat. Ajang di mana rakyat memilih langsung wakil rakyatnya di parlemen juga presidennya. 2009 ini tata cara pemilihannya agak sedikit aneh dan membingungkan. Tidak seperti yang dulu-dulu yakni dengan mencoblos, sekarang dengan mencentang.
Entah kenapa KPU selaku event organizer pemilu merubah tata cara pemilihan yang tadinya mencoblos jadi mencentang. Bagi saya ini sedikit agak kontroversi. Takutnya rakyat belum mengerti betul tata cara yang baru ini. Takutnya lagi, nantinya akan banyak salah paham tentang tata cara pemilihan. Logikanya, rakyat Indonesia sudah akrab dengan sistem konvensional, mencoblos. Sehingga rakyat ditakutkan akan tetap menggunakan sistem lama—mencoblos—karena sudah terprogram dalam pikirannya jika pemilu itu mencoblos meskipun perintahnya mencentang. Ini kan bahaya!
Jujur saja, saya salah seorang yang tidak setuju dengan sistem mencentang ini. Alasannya karena adanya kekhawatiran-kekhawatiran berupa teknis pada saat nanti hajatan berlangsung. Sistem mencoblos saja yang dari tahun 1955 sampai 2004 kemarin masih banyak ditemukan kesalahan, apalagi mencentang yang sosialisasinya belum maksimal dan gencar dilakukan. Sosialisasi memang sangat penting seperti Blackinnovationawards goes to campus dan Autoblackthrough goes to campus. Sehingga rakyat bisa mengenal, tahu, dan akrab dengan sistem mencentang.
Mencentang itu memakai bolpion atau spidol. Bayangkan jika alat untuk mencentang itu tintanya habis atau meskipun ada isinya kurang jelas. Tentunya akan repot dan menyusahkan. Susah bagi panitia dan tidak praktis bagi pemilih. Tidak menutup kemungkinan ada peristiwa semacam itu. Kita ambil saja kemungkinan terburuknya seperti itu.
Secara anggaran, sistem mencentang mengeluarkan dana lebih banyak dibandingkan dengan sistem mencoblos. Bolpoin atau spidol lebih mahal daripada paku. Jika berbicara mengenai ekonomis, sistem mencoblos lebih unggul. Anggaran negara semakin terkuras habis demi sebuah pesta demokrasi yang belum tentu menghasilkan pemimpin yang benar-benar memimpin dan mengubah kondisi rakyat menjadi sejahtera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar