Tidak ada habisnya bila mengulas pemilu 2009. Banyak hal yang bisa dibicarakan, diperdebatkan, dikupas, dan dianalisis segala seluk beluknya. Momen tepat bagi para pengamat politik, dosen dan mahasiswa ilmu politik untuk melihat pemilu sebagai referensi dan bahan kajian yang nyata.
Pesta demokrasi, ungkapan yang akrab dengan pemilu. Sebuah pesta? Apakah bisa dikatakan pesta jika kondisi bangsa saat ini belum bisa dikatakan sejahtera? Apakah pantas bagi kita masih tetap berpesta? Tepatnya, momen pemilu mesti kita anggap sebagai ajang koreksi diri atau bercermin terutama para politisi yang berkompetisi di panggung perpolitikan.
Sudah bukan Black In News yang baru lagi bagi kita semua, indikasi akan banyaknya masyarakat yang akan golput alias tidak memilih atau tidak menggunakan hak pilihnya. Bukan tanpa alasan, karena mereka sudah muak, bosan, antipati, dan kecewa dengan tingkah laku dan kinerja anggota dewan di senayan sana empat tahun terakhir.
Bagaimana tidak, fakta berbicara banyak kebobrokan merajalela di kursi dewan seperti korupsi, suap, skandal seks, narkoba, dan perbuatan hina lainnya yang dilakukan anggota dewan. Ironisnya, mereka semua adalah yang dulu menjanjikan angin surga dan janji-janji manis saat kampanye pemilu 2004. Adalah wajar dan memang sangat wajar bila masyarakat tidak terpengaruh dengan janji-janji palsu para caleg saat ini. Mereka merasa dikhianati dan dibohongi. Rakyat hanya alat untuk mendapat sebuah kursi.
Rakyat Indonesia semakin kreatif dan cerdas. Kreatif terbukti dengan diadakannya Blackinnovationawards sebagai apresiasi bagi insan yang kreatif. Cerdas tebukti dengan mereka tidak lagi gampang dibohongi. Sekarang zamannya informasi. Segala informasi berkenaan dengan apapun, termasuk background para politisi bisa diketahui. Seiring dengan globalisasi, masyarakat pun semakin melek dan cerdas dalam bersikap.
Alangkah baiknya jika pemilu ini dijadikan benar-benar suatu masa di mana seluruh elemen masyarakat terutama pemerintah dan yang mau lagi jadi pemerintah untuk evaluasi diri. Evaluasi diri dan berkaca pada diri sendiri. Niatan apakah gerangan? Apakah atas nama rakyat? Mensejahterakan rakyat? Syukur-syukur seperti itu. Alangkah sialnya nasib bangsa, jika mereka (para caleg dan capres) hanya memikirkan kepentingan kelompok bahkan pribadi demi sesuatu yang bernama kekuasaan. Kapan bisa maju bangsa ini jika masih seperti itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar