
Selera masing-masing
“Wah pangling yah sekarang rambutnya panjang! Gaya jadi mahasiswa mah, rambutnya sekarang gondrong!” ucap saudara, teman, dan guru ketika melihat ada perubahan dalam penampilan saya setelah jadi mahasiswa. Saya patut bersyukur, karena saudara dan teman-teman saya normal. Normal karena bisa melihat ada perubahan dalam diri saya. Intinya saya bersyukur masih diperhatikan.
Talk about rambut, sebenarnya berambut gondrong memang sudah menjadi niatan saya saat siswa SMA. Sejak SMA, saya bosan dengan gaya rambut yang sudah-sudah. Mulai dari gaya tentara, botak, 3 cm, dan potongan anak baik-baik (potongan siswa). Namun niatan berambut gondrong baru bisa terealisasikan saat menjadi mahasiswa. Jelas, mahasiswa yang maha- siswa yang harusnya sudah dewasa bukan siswa yang selalu dicekoki oleh peraturan-peraturan sekolah yang sebenarnya sedikit mengekang. Salah satunya berkenaan dengan masalah yang akan kita bahas ini, yakni rambut.
Kebanyakan SMA (termasuk SMA saya) mempunyai peraturan atau lebih dikenal dengan tata tertib. Salah satu poin dari tata tertib itu pastinya ada yang berkenaan dengan rambut. Salah satu isinya berbunyi seperti ini, “Siswa laki-laki dilarang berambut panjang”. Bagi siswa yang berambut panjang pasti dirazia dan akan diberi hukuman dengan dicukur gratis oleh guru. Dicukur gratis oleh guru berarti siap-siap potongan rambut tidak seperti yang diinginkan. Bisa botak, tidak rapih, ataupun tidak merata (sebelah kanan botak, sebelah kiri panjang). Mengenaskan!
Saya berargumen, seharusnya siswa difokuskan untuk belajar dan belajar. Jangan direpotkan dengan masalah rambut. Jika ketakutan siswa berambut panjang akan tidak mencerminkan siswa. Loh? Apa hubungannya, yang penting mental dan sikap harus mencerminkan jati diri siswa. Don’t just a book by cover pepatah berucap.
Black In News saja, tidak semua orang cocok dengan rambut yang pendek. Ada juga orang yang cocok dan pantasnya berambut panjang atau gondrong. Masalah rambut adalah masalah selera. Tidak bisa dipaksakan. Seperti ada yang seleranya Djarum Black ada juga yang Djarum Black Slimz. Tergantung masing-masing pribadi.
Talk about rambut, sebenarnya berambut gondrong memang sudah menjadi niatan saya saat siswa SMA. Sejak SMA, saya bosan dengan gaya rambut yang sudah-sudah. Mulai dari gaya tentara, botak, 3 cm, dan potongan anak baik-baik (potongan siswa). Namun niatan berambut gondrong baru bisa terealisasikan saat menjadi mahasiswa. Jelas, mahasiswa yang maha- siswa yang harusnya sudah dewasa bukan siswa yang selalu dicekoki oleh peraturan-peraturan sekolah yang sebenarnya sedikit mengekang. Salah satunya berkenaan dengan masalah yang akan kita bahas ini, yakni rambut.
Kebanyakan SMA (termasuk SMA saya) mempunyai peraturan atau lebih dikenal dengan tata tertib. Salah satu poin dari tata tertib itu pastinya ada yang berkenaan dengan rambut. Salah satu isinya berbunyi seperti ini, “Siswa laki-laki dilarang berambut panjang”. Bagi siswa yang berambut panjang pasti dirazia dan akan diberi hukuman dengan dicukur gratis oleh guru. Dicukur gratis oleh guru berarti siap-siap potongan rambut tidak seperti yang diinginkan. Bisa botak, tidak rapih, ataupun tidak merata (sebelah kanan botak, sebelah kiri panjang). Mengenaskan!
Saya berargumen, seharusnya siswa difokuskan untuk belajar dan belajar. Jangan direpotkan dengan masalah rambut. Jika ketakutan siswa berambut panjang akan tidak mencerminkan siswa. Loh? Apa hubungannya, yang penting mental dan sikap harus mencerminkan jati diri siswa. Don’t just a book by cover pepatah berucap.
Black In News saja, tidak semua orang cocok dengan rambut yang pendek. Ada juga orang yang cocok dan pantasnya berambut panjang atau gondrong. Masalah rambut adalah masalah selera. Tidak bisa dipaksakan. Seperti ada yang seleranya Djarum Black ada juga yang Djarum Black Slimz. Tergantung masing-masing pribadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar