ANDAI AKU JADI DOKTER
“BUKAN DOKTER BIASA”Hanya berandai-andai saja, tidak mungkin saya jadi dokter. Jurusan ketika SMA saja social yang tidak berurusan dengan kimia, fisika, dan biologi. Tulisan ini hanya sebuah harapan masukan dan saran dari seorang manusia biasa untuk para calon dokter dan bagi yang sudah jadi dokter. Moga-moga saja ada—minimal satu—dari calon atau yang sudah jadi dokter mampir ke blog saya membaca tulisan ini. Semoga! Isi tulisan sedikit
think black menurut istilah
Djarum Black atau dalam istilah saya,
thinking out of the box.
Menjadi seorang dokter adalah keinginan banyak orang. Dokter adalah profesi yang mulia. Tentunya dengan menjungjung tinggi profesionalisme dan kode etik kedokteran. Melihat begitu banyak yang tertarik ingin menjadi dokter, akan sangat menarik bila saya mencoba setidaknya mempunyai pola pikir seperti mereka. Meskipun latar belakang saya dari social yang notabene non exact, tidak ada salahnya bila saya mencoba meng-exact-kan diri berandai-andai menjadi seorang dokter.
Dokter merupakan seseorang yang karena keilmuannya berusaha menyembuhkan orang-orang yang sakit. Tidak semua orang yang menyembuhkan penyakit bisa disebut dokter. Untuk menjadi dokter biasanya diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus dan mempunyai gelar dalam bidang kedokteran. Pendidikan dokter di Indonesia membutuhkan 10 semester untuk menjadi dokter, 7 semester untuk mendapatkan gelar sarjana ditambah 3 semester koskap (
clerkship) di Rumah Sakit. Proses yang lama untuk meraih gelar dokter dan tentunya mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
Dokter di mata saya adalah seorang penolong sejati. Penolong sejati asumsi saya adalah rela menolong orang yang ditolongnya dengan segala kondisi apapun bahkan dengan segala keterbatasan yang ada. Analogi singkat ini mungkin bisa menggambarkan secara umum bahwa dokter adalah mesti memiliki jiwa sosial yang tinggi di samping pengetahuan exact sebagai fondasi fundamental keilmuan dokter.
Andaikata saya menjadi dokter, setidaknya mesti memiliki beberapa kompetensi yang mendukung aplikasi keilmuan kedokteran saya di masyarakat nanti. Kompetensi tersebut adalah: berkomunikasi tertulis, berfikir analitis, ilmu pengetahuan, bekerja dalam tim, menguasai teknologi, bekerja mandiri, berfikir logis, dan berkomunikasi lisan. Kedelapan kompetensi tersebut wajib saya miliki sebagai seorang dokter.
Hal yang utama, saya akan jadikan semua pasien (tanpa pandang bulu) layaknya seorang raja dan saya sendiri sebagai tabibnya. Dokter yang menganggap dirinya tabib dan pasien sebagai raja akan memicu sebuah profesionalisme dalam menjalankan profesi seorang ahli medis. Perlindungan kepada pasien akan menjadi prioritas yang utama. Pelayanan mutu kesehatan tidak akan menjadi hal yang dinomorsekiankan.
Keluhan tentang mahalnya biaya kesehatan dewasa ini, membuat saya berkeinginan mendirikan sebuah balai pengobatan atau sebut saja rumah sakit kecil-kecilan yang memberikan pelayanan kesehatan yang terjangkau bahkan gratis tatkala menjadi seorang dokter. Hal ini untuk membuktikan bahwa pelayanan kesehatan bukan hanya untuk orang-orang yang berduit saja, melainkan orang-orang yang kurang mampu dalam hal finansial pun berhak mendapatkan layanan kesehatan yang sepadan.
Saya pun tidak akan merasa puas dengan pengetahuan dokter yang telah dimiliki. Saya akan terus belajar, belajar dan belajar mencari ilmu tentang kedokteran bahkan sampai ke luar negeri. Sering mengadakan sebuah peneltian ilmiah merupakan salah satu cara untuk menambah dan mengasah keahlian sebagai seorang dokter. Ini penting, karena ilmu pengetahuan akan terus maju seiring dengan perkembangan zaman. Berbagai penyakit baru pun banyak bermunculan dan tugas utama dokter untuk menangani semua itu.
Saya percaya, kualitas kedokteran Indonesia tidak akan dipandang sebelah mata apabila semua komponen tersebut dijalankan dengan proporsional. Mal praktek tidak akan kita temukan lagi. Tidak akan kita temukan keluhan-keluhan pelayanan medis yang acak marut. Tidak akan ada lagi birokrasi yang berbelit-belit dalam hal pelayanan medis. Tidak ada slogan yang menyatakan hanya orang-orang kaya yang bisa sehat.
Sebagai seorang anak bangsa, kontribusi saya sebagai seorang dokter tidak terbatas pada hal yang berhubungan dengan medis saja. Terlalu sempit tatkala sebagai seorang anak bangsa jika hanya bertumpu pada satu bidang yang digeluti. Masih banyak bidang lain yang memungkinkan memberikan sesuatu yang lebih bagi bangsa ini di samping sebagai dokter.
Sejarah mencatat dalam hal pergerakan nasional Indonesia. Peran pelajar yang mewarnai lika-liku perjalanan Kemerdekaan Indonesia sebagian diantaranya adalah mahasiswa FK (Fakultas Kedokteran) dan seorang dokter. Tentu masih ingat dr. Soetomo, dr. Wahidin, dkk., membentuk Boedi Oetomo yang tidak lain adalah sebagai bentuk cikal bakal kebulatan tekad dan nurani menentang nurani penindasan.
Tahun 1942 ketika menentang penindasan Jepang di Base Camp Asrama Prapatan 10 tak luput dari mahasiswa FK. Juga peristiwa yang tak kalah penting pada tanggal 16 Agustus 1945. Hari bersejarah tersebut dikenal dengan peristiwa Rengasdengklok, dengan rapat dilaksanakan di Ruang Praktikum Mikrobiologi, Cikini. Tujuannya tidak lain untuk mempercepat usaha proklamasi yang akhirnya berlangsung esok harinya.
Dunia medis dan kedokteran ternyata tidak sesempit daun kelor. Pengabdian serta peran serta profesi dokter begitu luas serta berpengaruh secara signifikan terhadap kemajuan bangsa. Buka mata, buka hati. Setiap kita memiliki peran yang besar bagi kemajuan bangsa.
Keep Blogging! Keep
Black In News on my blog!