
Pesan dari orang tua—apalagi Ibu—memang sangat memberikan pembelajaran bagi kita untuk menghadapi kehidupan yang keras ini. Setiap orang tua pastinya memberikan nasihat dan pesan yang berharga untuk anak-anaknya. Tanda kasih dan sayangnya kepada anak-anaknya agar anaknya bisa sukses, berguna bagi negara dan menjadi anak yang sholeh dan sholehah. Bersyukurlah bagi kita yang masih diberi petuah oleh orang tua.
Tidak terkecuali dengan kedua orang tua saya. Ibu dan Ayah saya tidak pernah lelah mengeluarkan petuah-petuah berharga. Meskipun kadang, anak-anaknya tidak mendengarkan dan menggubris. Namun tetap saja, tidak ada kata menyerah bagi mereka. Ibuku tersayang khususnya, Ibu selalu memberikan nasihat-nasihat kepada anak-anaknya, apalagi saya yang notabene anak bungsu.
Ada salah satu ucapan dan nasihat Ibu yang masih terngiang-ngiang sampai sekarang dan benar-benar dikerjakan oleh saya. Nasihat ini terlontar dari Ibu saat saya masih kecil.
Nasihatnya kurang lebih seperti ini, "Gie, mun emam sangu teh seepkeun dugi ka remeh-remehna. Sing limit. Eta teh pibeunghareun sareng anu ngaduakeun urang beunghar! (Gie, kalau makan nasi, habiskan sampai butir-butir nasinya. Sampai habis gak ada sisa. Itu yang membuat kaya dan yang mendoakan kita menjadi kaya!)" Nasihat tersebut sudah tak terhitung berapa kali disampaikan kepada saya, sampai saya hafal. Soalnya, saat saya masih anak ingusan, saya tidak selalu mengabiskan makanan yang saya makan.
Dasar anak kecil, saat itu saya hanya bisa ngangguk-ngangguk dan sempat merasa aneh atas nasihat Ibu, "Masa sebutir nasi bisa membuat kita jadi kaya?" tanya saya kepada diri sendiri. Meskipun begitu, saya tetap menuruti apa kata Ibu untuk menghabiskan makanan sampai tidak ada sisa sebutir nasi pun.
Kaya Akan Makna
Tidak serta merta Ibu saya ketika itu mengeluarkan pernyataan tentang sebutir nasi tanpa ada makna dan filosofinya. Saya hanya bisa berkata, "Subhanallah, jadi ini maksud nasihat Ibu itu," saat mengetahui apa maksud dari pernyataan itu. Saya menyadarinya saat beranjak dewasa. Seiring dengan perkembangan usia, kedewasaan dan pola pikir pun berubah.
Ternyata, Ibu memberikan pelajaran kepada saya untuk tidak menyepelekan hal-hal yang kecil. Karena, sesuatu yang besar dimulai dari yang kecil. Hal yang kecil jika disepelekan bisa berimbas kurang baik bagi hal yang besar. Hal yang kecil adalah fondasi fundamental dari hal-hal yang besar. Jika hal yang kecil saja tidak disikapi dengan baik dan serius, bagaimana menyikapi hal yang besar?
Itu juga yang menjadi alasan, mengapa Ibu mengakhiri nasihat tersebut dengan kalimat Itu yang membuat kaya dan mendoakan kita menjadi kaya. Orang kaya adalah orang yang tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan dan menyepelekan segala hal sampai hal yang terkecil.
Nasihat itu pula mengajarkan saya untuk lebih bersyukur atas rezeki yang Tuhan berikan. Masih banyak orang di sekeliling kita yang untuk mendapat sesuap nasi saja sulitnya minta ampun. Akan sangat mubazir dan tidak sopan bagi saya untuk tidak menghabiskan makanan. Kasarnya, orang lain susah payah cari makan, kita yang diberi rezeki lebih malah menyia-nyiakannya.
Ibu telah banyak mengajari saya tentang arti hidup ini, termasuk dengan memberi nasihat saat makan. Peristiwa apapun bisa memberikan pembelajaran hidup. Seperti peristiwa ketika kita makan, bisa menjadi cermin sikap kita dalam menghadapi hidup ini. Thanks Mom!
Tulisan ini ditulis setelah makan di warung nasi dekat kostan. Let’s write anything! Write it down! Keep Black In News on my blog! Think Black for Blackinnovationawards!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar