Rabu, 18 Maret 2009

Catatan Seorang Jurnalis

Catatan Seorang Jurnalis

Rapat tema hari Sabtu (14/3) menyeret nama saya dan rekan saya Nindi dari Fakultas Ekonomi untuk menulis Rubrik cover edisi 163 Bul Pos. Hak istimewa sang pemred Bul Pos, Dina Maretihaq Sari yang cantik dan kadang gokil ini lah saat rapat tema menunjuk saya dan Nindi untuk menjadi reporter rubrik cover—rubrik yang banyak diinginkan reporter Bul Pos dan bergengsi di Bul Pos.

Di tengah kesibukkan kuliah yang super padat dan membuat lelah otak dan fisik, alhamdulillah masih ada tenaga yang tersisa untuk reportase. Tentunya masih bisa pula think black seperti jargon iklan Djarum Black. Hari Selasa, saya kuliah dari jam tujuh pagi sampai jam satu siang. Selasa siang setelah kuliah (17/3) adalah giliran saya melakukan reportase sendirian, karena hari Senin (16/3) rekan saya Nindi telah reportase terlebih dahulu. Di samping itu, hari Selasa Nindi mendapat jadwal kuliah yang lebih "gila" lagi dari saya, yakni dari jam delapan pagi sampai jam enam sore.

Rubrik Cover edisi 163 memberitakan tentang sebuah rumah sakit hewan UGM yang baru. Saya dan Nindi mengambil angle tentang bagaimana latar belakang, fungsi, pokoknya segala tetek bengek dari rumah sakit hewan tersebut. Intinya berita yang dihasilkan nanti berupa straight news (berita langsung).

Singkat cerita saya berada di RSH tersebut. Alhamdulillah, saya bisa bertemu langsung dengan kepala rumah sakit hewan tersebut di sana, namanya Prof. Dr. drh. Ida Tjahajati, MP.

Kepala RSH itu begitu ramah, welcome, dan terbuka saat saya wawancarai. Saking asiknya, wawancara memakan waktu satu jam lebih. Segala informasi tentang RSH itu sudah memenuhi outline yang saya buat, bahkan mungkin informasi yang didapat kelebihan. Uniknya, selama wawancara, Prof. Ida juga curhat dan bercerita tentang dirinya selama masih menjadi mahasiswa.

Entah kenapa, saat itu saya merasa nyaman mewawancarai kepala RSH tersebut. Dan mungkin Prof. Ida juga merasa nyaman diwawancarai oleh saya. Bukan tanpa alasan saya berasumsi seperti itu, karena bisa terlihat dari raut mukanya yang berseri-seri dan sampai hati curhat kepada saya. Sesuatu yang jarang terjadi saat saya mewawancarai seorang narasumber.

Sekedar Black In News saja, rupanya Prof. Ida lahir pada tanggal 28 Desember. Tanggal lahir yang hampir sama dengan saya, yakni 27 Desember. Mungkin karena sama-sama lahir pada bulan Desember membuat saya dan Prof. Ida menjadi nyambung dan nyaman saat berkomunikasi. Entahlah, apakah akseptabilitas asumsi itu dapat diterima atau tidak.

Setelah reportase di RSH, saya dan Nindi bertemu di salah satu tempat makan di bilangan Kopma (Koperasi Mahasiswa) UGM ba’da magrib untuk menyelesaikan berita tersebut. Karena deadline besok harinya, hari Rabu (18/3). Sesuai dugaan saya, saking banyaknya informasi yang didapat membuat saya dan Nindi bingung. Bingung mau menulis dari mana awalnya. Tapi saya mesti bersyukur, sebagai seorang jurnalis lebih baik kelebihan informasi daripada kekurangan informasi.

Saya dan Nindi akhirnya menyelesaikan tulisan Selasa malam itu juga. Melihat jam di HP Nokia 2300 saya ternyata sudah jam 11 malam. Anehnya, rasa lelah saya tidak terasa dan justru saya merasa mendapat sari pati jiwa seorang jurnalis. Yah, seorang yang bekerja tak kenal waktu dan selalu dinamis. Meskipun begitu, saya ingin melakukannya lagi, lagi, dan lagi.

Ucapan Dahlan Iskan
Saat tanggal 9 Februari kemarin, dalam rangka memperingati hari Pers Nasional sebuah program talk show terkenal di TV swasta menghadirkan tamu-tamu yang berkompeten di bidang jurnalistik. Salah satunya adalah Dahlan Iskan, CEO Jawa Pos—salah satu perusahaan media terbesar yang ada di Indonesia.

Saat itu, pembawa acara bertanya kepada Dahlan Iskan tentang bagaimana kiat Dahlan Iskan bisa berkecimpung di dunia jurnalistik dan menjadi orang yang sukses di bidang tersebut. Saya sangat termotivasi dengan jawaban yang dilontarkan Dahlan Iskan.

"Yah...karena saya cinta dan suka pada bidang ini. Karena cinta dan suka, maka saya sungguh-sungguh total, belajar dan belajar terus menerus. Alhamdulillah hasilnya pun bisa terasa sekarang," jawab Dahlan Iskan. Intisari yang bisa saya ambil dari jawaban inspiratif tersebut adalah kecintaan, totalitas dan kemauan untuk terus belajar dan belajar. Bidang apapun itu, selama dijalankan dengan totalitas dan tidak ada kata selain terus belajar, menggali, dan mencari berkenaan dengan ilmunya, niscaya hasilnya pun akan maksimal.

1 komentar:

  1. Assallamu'alaikum Wr. Wb.
    Hi friend, peace...
    Artikelnya keren, lanjutkan...
    Tebar terus nilai-nilai kebaikan di dunia maya.
    Kalau sempat silahkan berkunjung atau mengikuti blog saya, "Sosiologi Dakwah" di http://sosiologidakwah.blogspot.com
    Wassallamu'alaikum Wr. Wb.

    BalasHapus