Setiap kita melintas suatu perlintasan kereta api, ada satu hal yang rasanya jarang kita perhatikan. Yaitu seseorang yang berjasa kepada para pengendara kendaraan bermotor. Seseorang yang berjasa telah menyelamatkan nyawa kita dari bahaya kereta api. Seseorang tersebut tidak lain adalah penjaga pintu perlentasan kereta api.
Membuka dan menutup palang pintu apabila ada kereta yang lewat adalah tugas pokoknya. Tanda kepada kita selaku pengendara untuk berhenti sejenak menunggu kereta lewat. Mereka bekerja dengan penuh tanggung jawab.
Seperti halnya Pak Emen (52), seorang penjaga pintu perlintasan kereta api. Pak Emen adalah salah satu dari sekian banyak penjaga pintu perlintasan di Kota Tasikalaya.
Ketika Saya wawancarai di tempat kerjanya, yaitu pos Indihiang. Pak Emen tengah selesai mengejakan tugasnya menutup pintu perlintasan. Bapak tiga anak ini begitu ramah dalam menyambut.
Saya berkesempatan mengetahui lebih jauh mengenai pengalaman dan suka duka Pak Emen sebagai penjaga pintu perlintasan. Sudah hampir 33 tahun Pria berkacamata ini menjalani hidup sebagai penjaga perlintasan kereta api.
Banyak hal yang dilalui, baik itu pengalaman suka maupun pengalaman dukanya. Meskipun bekerja sebagai penjaga pintu perlintasan, kebutuhan keluarganya masih bisa tercukupi. “Alhamdulillah meskipun Bapak bekerja hanya sebagai penjaga pintu perlintasan kereta api selama 33 tahun ini tapi Bapak bisa memenuhi kewajiban Bapak sebagai kepala keluarga dalam menafkahi anak dan istri.” Terangnya.
Pak Emen yang bekerja 6 hari dalam 1 minggu ini mesti konsentrasi dalam bekerja. Karena sedikitnya ada 20 kereta api yang melintas dalam 1 hari 1 malam. Sedikit saja lengah maka akan fatal akibatnya.
Bagi Pak Emen, bisa menejalankan tugas dengan baik dan tanggung jawab sudah merupakan suatu kebahagiaan. Rasa kantuk yang berat mesti dilawan ketika jaga malam. Dan itu merupakan sesuatu yang tidak mengenakkan bagi Pak Emen.
Pak Emen menambahkan terkadang tidak bisa berkumpul bersama keluarga ketika lebaran. Tidak lain karena mendapat tugas ketika hari raya. “Yah Bapak pernah tidak berkumpul dan silaturahmi sama keluarga ketika lebaran karena kebagian jaga. Mau gimana lagi tugas mesti dikerjakan.” Ucapnya.
Hal yang membanggakan dari seorang Pak Emen ini adalah ketika mengisi waktu menunggu datangnya kereta, Pak Emen sering membaca Al Quran. Bahkan tafsirannya pun dibaca.
“Dengan kita membaca Al Quran kita senantiasa ingat kepada Allah SWT. Dan kita jadi tahu tujuan hidup ini. Hati pun jadi terasa tentram dan damai. Tidak ada yang mesti ditakuti, kecuali Allah SWT.” Tegas pria kelahiran 19 Juni 1955 ini.
Hikmah lain yang dirasakannya setelah membaca Al Quran, dalam mengerjakan tugasnya akan khusyu dan tidak ceroboh. Hal yang patut kita tiru, meskipun sedang bekerja senatiasa beribadah dan ingat kepada Allah SWT.
Di ujung perbincangan Pak Emen berpesan agar masyarakat mencintai dan membudidayakan kereta api. Juga, untuk tidak menerobos palang pintu kereta api. “Bapak suka sedih dan jengkel kalo ada yang menerobos. Padahal itu sangat berbahaya bagi keselataman.” Keluhnya.
Masih banyak Pak Emen, Pak Emen lain yang berjasa kepada kita selaku masyarakat. Kita patut berterima kasih kepada mereka. Demi menjalankan tugasnya mereka rela meninggalkan anak dan istri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar